Kamis, 26 Februari 2015

Tersenyumlah

Orang berkata,”Langit selalu berduka dan mendung.”
Tapi aku berkata,”Tersenyumlah, cukuplah duka cita di langit sana.”
Orang berkata,”Masa muda telah berlalu dariku.”
Tapi aku berkata,”Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda
Tak kan pernah mengembalikannya.”
Orang berkata,”Langitku yang ada di dalam jiwa
telah membuatku merana dan berduka.

Janji-janji telah mengkhianatiku ketika kalbu telah menguasainya.
Bagaiman mungkin jiwaku sanggup
mengembangkan senyum manisnya.
Maka akupun berkata, “Tersenyumlah dan berdendanglah ,
Kala kau membandingkan semua
umurmu akan habis untuk merasakan sakitnya.
Orang berkata,”Perdagangan selalu penuh intrik dan penipuan,
Ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus.”
Tapi aku berkata,”Tetaplah tersenyum,
Karena engkau akan mendapatkan penangkal dahagamu.
Cukuplah engkau tersenyum,
Karena mungkin hausmu akan sembuh dengan sendirinya.
Maka mengapa kau harus bersedih dengan dosa
dan kesusahan orang lain,
apalagi sampai engkau seolah-olah yang melakukan
dosa dan kesalahan itu?
Orang berkata, “Sekian hari raya telah tampak tanda-tandanya
Seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka-boneka.
Sedangkan aku punya kewajiban bagi teman-teman dan saudara,
Namun telapak tanganku tak memegang
Walau hanya satu dirham adanya
Ku katakan:”Tersenyumlah”,
Cukuplah bagi dirimu karena anda masih hidup,
dan engkau tidak kehilangan saudara-saudara
dan kerabat yang kau cintai.
Orang berkata,”Malam memberiku minuman ‘alqamah
Tersenyumlah, walaupun kau makan buah ‘alqamah
Mungkin saja orang lain yang melihatmu berdendang
Akan membuang kesedihan. Berdendanglah
Apa kau kira dengan cemberut akan memperoleh dirham
atau kau merugi karena menampakkan wajah berseri?
Saudaraku, tak membahayakan bibirmu jika engkau mencium
Juga tak membahayakan jika wajahmu tampak indah berseri
Tertawalah, sebab meteor-meteor langit juga tertawa
mendung tertawa,karenanya kami mencintai bintang-bintang
orang berkata,”Wajah berseri tidak membuat dunia bahagia
yang datang ke dunia dan pergi dengan gumpalan amarah.
Ku katakan,”Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian
Ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum.

-Penyair Arab-

Kamis, 29 Januari 2015

Nifak

Oleh: Zakia Mubarak

Dia mampu

Bahkan menyaingi permata sekalipun diukir oleh zam-zam

Banyak yang memiliki kelebihan

Tak berkutik setelah suara nyaring menyakiti hati

Seolah membunuh karakter

Bersabar dengan baik terkikis secara perlahan

Tersebarlah penyakit memaki diri sendiri

Menuai si buram bayang nifak

Berlari terkejar dikecam pun menjalar

Kehilangan identitas sebagai seorang yang memiliki pegangan

Anomi terpapay kerana tak mengerti

Bahkan toa berkoar pun tertutup raksasa microphone

Yang lebih mudah dijangkau orang-orang

Karena mereka punya tak terhitung lembar-berlembar hijau

Dimana letak keadilan?!!!

Tak ada guna kumandang kebebasan

Yang nyata hanyalah kebebasan bagi mereka

Menari-nari diatas penderitaan

Dan sadar ataupun tidak kitalah yang terdiskriminasi

Terimakasih

Oleh: Zakia Mubarak

Ia tiba tak ketuk permisi
Kusambut ria kerana cinta
Terurailah segala apa yang sedang kurajut
Demi telapak tanganku meraih yang datang

Ialah yang paling manis dan harum
Kuasa apa aku mencegat
Tersirat jua mempersilahkan
Kosong memang wadah Allah ini

Aku mungkin jiwa yang kaku
Dibawa membumbung tinggi lalu dihempas pun terlihat lugu
Meski sakit dan luar biasa sesak hati ini
Ia tak bertutur meski sedikit bahwa telah bertuan dan pula tak rasa padaku

Samar-samar kudengar masa mencoba menolong
Namun luka mendalam telah membuat batin ini hancur
Aku hanya membisu
Karena hal ini TERLALU HINA untuk air mataku

Mungkin Sang Maha pencipta menegurku
Ia cemburu tak sudi menatap hamba-Nya dirundung palsu
Syukur do’aku kini terijabah
 اللهم لا تسكن في قلبي الشباب الا حلال

Tak tersebut saksi-saksi atas do’a-do’aku
Meski pilu aku do’akan ia semoga makin atasnya kebaikan
Kerana aku bukan seorang hamba yang pengecut

TERIMAKASIH atas hikmahnya

Ilmu Sebagai Pondasi - Zakia Mubarak

Ilmu bak pedang nan tajam
Siapalah tuannya yang kan menguasai

Manis kan menjadi rasa perkara
Bilamana ilmu itu berkasih pasangkan akhlak mulia
Terbalik jua pahit yang kan terkecap
Apabila kawan sang ilmu buruk perangai

Rambahlah luasnya samudra ilmu
Selamilah dalamnya palung ilmu

Dimanapun kau petik hikmah-hikmah itu
Yang terpenting cintailah dahulu ilmunya
Baru kau kan dapat ranumnya buah kerja keras
Karena dengan cinta segalanya kan terasa ringan

Tinggalkanlah maksiat
Hormatilah siapapun gurunya

Malang memang kita
Tumbuh dikala ilmu tersepelekan, kebodohan dielu-elukan
Tetapi meratapi hanya kan beranak cucukan rugi
Sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan

Wahai para generasi baru, bangun dan bangkitlah!
Atau bangunan peradaban Islam yang akan datang terdiri dari pondasi yang cacat

Senin, 26 Januari 2015

Bara - Zakia Mubarak

Sesak hati tak sanggup bernapas lega
Air mata pun tertelan entah ia telah mengering
Dalam asa meremas tangan penuh hamas
Dengan api berkobar dalam harapan merdeka

Kugenggam sebatang kayu pengobar gagah bendera
Merah hitam putih hijau
Bersuar lantang diterpa angin yang bersemangat
Menggertakkan setiap jiwa yang masih terlelap untuk jihad

Wahai generasi baru pondasi peradaban mulia
Enyahkan bayang semu perusak gerakan revolusi membaramu
Teriaklah dengan lantang bergeraklah dengan pasti
Songsonglah kebangkitan dan kejayaan ummat ini

Kita bukan mati hanya tertidur, maka bangunlah!
Bebaskan rongrongan ghiroh yang kau pendam sombong
Bangun dan angkat kepalan tanganmu tinggi-tinggi
Bertakbir pujilah Allah dan mainkan silahmu!

Takut - Zakia Mubarak

Aku tersangrai lautan kepala
Arak terteguk tanpa salam sengaja
Tetapi sadar hadir ditempat
Kemudian meleleh hilang bentuk

Manggut-manggut dengan hati mendidih
Bibir terkunci gembok rasa takut
Tahukah kau perihnya tersayat lidah tajam
Melumpuhkan hingga ke akar karakter

Ya Rabb Aku rindui dekapan cinta dari-Mu Kala ibadah terasa syahdu Menyesapi ranumnya cinta yang tak terhingga batasnya Apa Engkau masih ada...